Menurut SE.63/PJ/2010 bagi saya sangat memberatkan bagi PKP yang menggunakan norma sebagai kredit pajak (PM) seperi contoh kasus sebagai berikut:
SE - 63/PJ/2010 dan eSPT PPN 1107 (05052010)
KASUS 1
PKP yang omsetnya tidak melebihi 1,8M, menyerahkan BKP :
1.Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri = 0
2.Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut oleh pemungut = 10.000.000
3.Tidak Terutang PPN = 0
Jumlah penyerahan = 10.000.000
Penghitungan PPN kurang bayar, seharusnya :
PK yang harus dipungut sendiri = 0
PM yang dapat diperhitungkan = 70% X (10% X 10.000.000) = 700.000
PPN yang (lebih) dibayar = (700.000)
Penghitungan PPN menurut SE-63, ”dipaksa” sbb :
PK yang harus dipungut sendiri = 1.000.000
PM yang dapat diperhitungkan = 70% X (10% X 10.000.000) = 700.000
PPN yang kurang dibayar = 300.000
Dengan demikian, jumlah penyerahan BKP = 10.000.000 maka PPN terutang sebesar :
Dipungut pemungut = 1.000.000
Dibayar sendiri (SPT Masa PPN) = 300.000
Jumlah PPN terutang = 1.000.000 + 300.000 = 1.300.000 ---> kalau benar demikian, alangkah sangat sialnya PKP yang bertransaksi dengan pemingut PPN…
KASUS 2
PKP yang omsetnya tidak melebihi 1,8M, menyerahkan BKP :
1.Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri = 0
2.Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut oleh pemungut = 0
3.Tidak Terutang PPN = 10.000.000
Jumlah penyerahan = 10.000.000
Penghitungan PPN kurang bayar, seharusnya :
PK yang harus dipungut sendiri = 0
PM yang dapat diperhitungkan = 70% X 0 = 0
PPN yang kurang/(lebih) dibayar = Nihil
Penghitungan PPN menurut SE-63, ”dipaksa” sbb :
PK yang harus dipungut sendiri = 1.000.000
PM yang dapat diperhitungkan = 70% X (10% X 10.000.000) = 700.000
PPN yang kurang dibayar = 300.000
Dengan demikian, jumlah penyerahan BKP = 10.000.000, meskipun tidak terutang PPN harus menyetor PPN kurang bayar = 300.000 ---> kalau benar demikian, bolehkah saya mengatakan bahwa SE-63 ini bertentangan dengan PER-14?
Mohon pencerahan ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar