BAHWA PAJAK AMAT SANGAT MEMBANTU KESEJAHTERAAN RAKYAT

setelah bangsa kita keteter dengan APBN dan APBD, semua berlomba-lomba mencari pangsa pasar baru untuk meningkatkan APBN salah satunya meningkatkan Pendapatan Pajak. Bagi sebagian kecil masayrakat pajak adalah sesuatu yang membebani bagi mereka, kita minum kena pajak, makan kena pajak, kawinpun mungkin kena pajak PPh maupun PPn. yang semestinya dari dulu diterapkan.

Cari Blog Ini

Selasa, 22 Juni 2010

Pajak Itu Baik Zakat itu Indah

Pajak Itu Baik Zakat itu Indah
Menurut SE.63/PJ/2010 bagi saya sangat memberatkan bagi PKP yang menggunakan norma sebagai kredit pajak (PM) seperi contoh kasus sebagai berikut:
SE - 63/PJ/2010 dan eSPT PPN 1107 (05052010)

KASUS 1
PKP yang omsetnya tidak melebihi 1,8M, menyerahkan BKP :
1.Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri = 0
2.Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut oleh pemungut = 10.000.000
3.Tidak Terutang PPN = 0
Jumlah penyerahan = 10.000.000
Penghitungan PPN kurang bayar, seharusnya :
PK yang harus dipungut sendiri = 0
PM yang dapat diperhitungkan = 70% X (10% X 10.000.000) = 700.000
PPN yang (lebih) dibayar = (700.000)

Penghitungan PPN menurut SE-63, ”dipaksa” sbb :
PK yang harus dipungut sendiri = 1.000.000
PM yang dapat diperhitungkan = 70% X (10% X 10.000.000) = 700.000
PPN yang kurang dibayar = 300.000
Dengan demikian, jumlah penyerahan BKP = 10.000.000 maka PPN terutang sebesar :
Dipungut pemungut = 1.000.000
Dibayar sendiri (SPT Masa PPN) = 300.000
Jumlah PPN terutang = 1.000.000 + 300.000 = 1.300.000 ---> kalau benar demikian, alangkah sangat sialnya PKP yang bertransaksi dengan pemingut PPN…

KASUS 2
PKP yang omsetnya tidak melebihi 1,8M, menyerahkan BKP :
1.Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri = 0
2.Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut oleh pemungut = 0
3.Tidak Terutang PPN = 10.000.000
Jumlah penyerahan = 10.000.000
Penghitungan PPN kurang bayar, seharusnya :
PK yang harus dipungut sendiri = 0
PM yang dapat diperhitungkan = 70% X 0 = 0
PPN yang kurang/(lebih) dibayar = Nihil

Penghitungan PPN menurut SE-63, ”dipaksa” sbb :
PK yang harus dipungut sendiri = 1.000.000
PM yang dapat diperhitungkan = 70% X (10% X 10.000.000) = 700.000
PPN yang kurang dibayar = 300.000
Dengan demikian, jumlah penyerahan BKP = 10.000.000, meskipun tidak terutang PPN harus menyetor PPN kurang bayar = 300.000 ---> kalau benar demikian, bolehkah saya mengatakan bahwa SE-63 ini bertentangan dengan PER-14?

Mohon pencerahan ....
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : SE - 63/PJ/2010

TENTANG

PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MEMPUNYAI PEREDARAN USAHA TIDAK MELEBIHI JUMLAH TERTENTU DAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.03/2010 TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN TERTENTU SERTA PENJELASAN TAMBAHAN UNTUK PENGISIAN SPT MASA PPN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DALAM MENGHITUNG PAJAK MASUKAN YANG DAPAT DIKREDITKAN MENGGUNAKAN PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Tertentu, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
I. Umum
1. Ketentuan tentang pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan dan kriteria Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan untuk menghitung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebagai berikut :
1.1. PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran dan PKP yang melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran wajib menggunakan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan untuk menghitung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
1.2. PKP yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) dapat memilih untuk menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan untuk menghitung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

2. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut :
2.1 Bagi PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas ecara eceran sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari Pajak Keluaran;
2.2 Bagi PKP yang melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran;
2.3 Bagi PKP yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) adalah sebesar :
1. 60% (enam puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak;
2. 70% (tujuh puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena Pajak;

3. Pajak Keluaran dihitung dengan cara mengalikan tarif 10 % (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak;
4. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah peredaran usaha

II. Tata cara pengisian SPT Masa PPN bagi PKP yang menghitung Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
1. Secara umum tata cara pengisian formulir SPT Masa PPN bagi PKP yang menghitung Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut :
• untuk SPT Masa PPN Formulir 1107 induk dan lampirannya mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2010;
• untuk SPT Masa PPN Formulir 1108 induk dan lampirannya mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2008 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Dalam Bentuk Formulir Kertas (Hard Copy) Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak Dalam Rangka Pengolahan Data dan Dokumen di Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2010;
dengan tambahan penjelasan dan pengecualian pada pengisian Induk SPT PPN (Formulir 1107 dan Formulir 1108) dan Daftar Pajak Masukan dan PPnBM (Formulir 1107B dan Formulir 1108B) sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran ini.
2. Tata cara pengisian formulir induk SPT PPN (Formulir 1107 dan Formulir 1108)
2.1. Pada bagian I (Penyerahan Barang dan Jasa) untuk huruf A nilai PPN pada butir I.A.2;I.A.3;I.A.4;I.A.5. dan pada bagian jumlah tidak perlu diisi;
2.2 Pada bagian II (Penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih bayar) huruf A (Pajak Keluaran Yang Harus Dipungut Sendiri) diisi dengan angka hasil perkalian 10% X angka pada bagian I huruf C (Jumlah Seluruh Penyerahan).

3. Tata cara pengisian formulir Daftar Pajak Masukan dan PPnBM (Formulir 1107B dan Formulir 1108B)
3.1. Bagian I (Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan dan PPnBM) angka 1 (Bagi PKP yang tidak menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan) dan Bagian II (Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan dan/atau Pajak Masukan dan PPnBM yang atas Impor atau Perolehannya Mendapat Fasilitas) tidak perlu diisi;
3.2. Pada bagian I (Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan dan PPnBM) angka 2 (Bagi PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan) diisi dengan cara sebagai berikut :
3.2.1. PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran.
Angka persentase diisi dengan angka 90% (sembilan puluh persen) sedangkan angka pengalinya adalah Pajak Keluaran yakni sama dengan angka pada bagian II huruf A Induk SPT PPN (Formulir 1107 atau Formulir 1108). Angka persentase dan Pajak Keluaran tersebut diatas diisi pada bagian I angka 2 huruf A.
3.2.2. PKP yang melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran.
Angka persentase diisi dengan angka 80% (delapan puluh persen) sedangkan angka pengalinya adalah Pajak Keluaran yakni sama dengan angka pada bagian II huruf A Induk SPT PPN (Formulir 1107 dan Formulir 1108). Angka persentase dan Pajak Keluaran tersebut diatas diisi pada bagian I angka 2 huruf A.
3.2.3. PKP yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) melakukan langkah-langkah sbb :
1. PKP terlebih dahulu mengelompokkan total penyerahan menjadi dua bagian yakni total Penyerahan Barang dan total Penyerahan Jasa;
2. Total Penyerahan Barang X 10% diisi sebagai angka pengali pada bagian I angka 2 huruf A;
3. Total Penyerahan Jasa X 10% diisi sebagai angka pengali pada bagian I angka 2 huruf B;
4. Persentase pada bagian I angka 2 huruf A diisi dengan angka 70%;
5. Persentase pada bagian I angka 2 huruf B diisi dengan angka 60%;


4. Tata cara pengisian SPT Masa PPN untuk PKP yang menghitung Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan hanya bersifat sementara sampai formulir SPT Masa PPN yang baru ditetapkan.

III. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Unit Kantor Pelayanan Pajak.
1. Seluruh Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan Kepala KP2KP segera melakukan sosialisasi cara pengisian SPT Masa PPN bagi PKP yang menghitung Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan;
2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak mempersiapkan/mengaktifkan help desk pada masing-masing unit Kantor Pelayanan Pajak untuk mengantisipasi pertanyaan dan permasalahan yang dihadapi oleh PKP dalam pengisian SPT Masa PPN khususnya untuk bulan-bulan mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara masing-masing.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 Mei 2010
Direktur Jenderal,

ttd.

Mochamad Tjiptardjo
NIP 060044911


Tembusan :
1. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan;
2. Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan;
3. Kepala Biro Hukum Kementerian Keuangan;
4. Kepala Biro Humas Kementerian Keuangan;
5. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
6. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
7. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.

Rabu, 02 Juni 2010

Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Telepon : 5250208, 5251609
Jakarta 12190
Kotak Pos 124 Fax : 5732062
Homepage DJP: http://www.pajak.go.id
Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP;
2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan;
di seluruh Indonesia
1.
2.
3. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
a.
b.
c.
d. Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak dibuat sesuai dengan kepentingan dan
kebutuhan Pengusaha Kena Pajak, tidak harus sama dengan contoh pada Lampiran 1A
Faktur Pajak lama adalah formulir Faktur Pajak Standar yang terlanjur dicetak dan belum
digunakan Pengusaha Kena Pajak pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor :
PER-13/PJ/2010 berlaku.
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-13/PJ/2010 tentang
Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara
Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak, disebutkan bahwa bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak
disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dapat dibuat sebagaimana
contoh pada Lampiran 1A dan Lampiran 1B Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut.
Faktur Pajak lama masih dapat digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak sampai habis
dan tetap dianggap sah sepanjang memenuhi ketentuan baik secara formal maupun
material
Atas Faktur pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada huruf a tetap dapat dikreditkan oleh pembeli sepanjang memenuhi ketentuan
sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai ketentuan yang berlaku.
Nomor Urut pada Kode dan Nomer Seri Faktur Pajak melanjutkan Nomor Urut yang
telah digunakan Pengusaha Kena Pajak sebelum berlakunya Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor : PER-13/PJ/2010.
NOMOR : SE-56/PJ/2010
TENTANG
PENJELASAN MENGENAI PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK LAMA
Sehubungan dengan telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian
Faktur Pajak dan dengan memperhatikan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-
13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan,
Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
5262880
SURAT EDARAN
e.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 27 April 2010
Tembusan :
1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.
dan Lampiran 1B Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-13/PJ/2010.
Invoice yang memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang
Nomor 42 Tahun 2009 dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam
wilayah kerja Saudara masing-masing.
Direktur jenderal
Mochamad Tjiptardjo
NIP 060044911
SURAT DIRJEN PAJAK
NOMOR S-1186/PJ.52/2003 TANGGAL 22 DESEMBER 2003
TENTANG
PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK STANDAR

Sehubungan dengan surat Saudara nomor : XXX tanggal 24 Oktober 2003 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Saudara menanyakan boleh/tidak pembuatan Faktur Pajak Standar yang nilai fakturnya sudah termasuk PPN dan PPnBM (harga jual sudah termasuk PPN dan PPnBM).
2. Berdasarkan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah menyebutkan bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 24 TAHUN 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Nomor 18 Tahun 2000, diatur:
a. Pasal 5,
(1) Dalam kontrak atau perjanjian tertulis mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, harus disebutkan dengan jelas nilainya, Dasar Pengenaan Pajak, dan besarnya pajak yang terutang.
(2) Apabila dalam nilai kontrak atau perjanjian tertulis telah termasuk Pajak, maka wajib disebutkan dengan jelas bahwa dalam nilai tersebut telah termasuk Pajak.
(3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, maka jumlah harga yang tercantum dalam kontrak atau perjanjian tertulis tersebut dianggap sebagai Dasar Pengenaan Pajak
b. Pasal 6,
(1) Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah 10/110 dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
(2) Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak, maka cara penghitungan pajaknya adalah sebagai berikut:
a. Pajak Pertambahan Nilai :
10
----------- X harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak
110 + t

b. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah:
t
----------- X harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak
110 + t

t = besarnya tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah

4. Berdasarkan ketentuan pada angka 2 sampai dengan 3 serta memperhatikan isi surat Saudara pada angka 1, dengan ini ditegaskan bahwa pembuatan Faktur Pajak Standar yang nilai fakturnya sudah termasuk PPN dan PPnBM (harga jual sudah termasuk PPN dan PPnBM) dibolehkan sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana pada angka 3.

Demikian untuk dimaklumi.

A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PPN DAN PTLL
ttd
I MADE GDE ERATA
SURAT DIRJEN PAJAK
NOMOR S-1186/PJ.52/2003 TANGGAL 22 DESEMBER 2003
TENTANG
PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK STANDAR

Sehubungan dengan surat Saudara nomor : XXX tanggal 24 Oktober 2003 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Saudara menanyakan boleh/tidak pembuatan Faktur Pajak Standar yang nilai fakturnya sudah termasuk PPN dan PPnBM (harga jual sudah termasuk PPN dan PPnBM).
2. Berdasarkan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang nomor 18 TAHUN 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah menyebutkan bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 24 TAHUN 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Nomor 18 Tahun 2000, diatur:
a. Pasal 5,
(1) Dalam kontrak atau perjanjian tertulis mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, harus disebutkan dengan jelas nilainya, Dasar Pengenaan Pajak, dan besarnya pajak yang terutang.
(2) Apabila dalam nilai kontrak atau perjanjian tertulis telah termasuk Pajak, maka wajib disebutkan dengan jelas bahwa dalam nilai tersebut telah termasuk Pajak.
(3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, maka jumlah harga yang tercantum dalam kontrak atau perjanjian tertulis tersebut dianggap sebagai Dasar Pengenaan Pajak
b. Pasal 6,
(1) Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah 10/110 dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
(2) Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak, maka cara penghitungan pajaknya adalah sebagai berikut:
a. Pajak Pertambahan Nilai :
10
----------- X harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak
110 + t

b. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah:
t
----------- X harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak
110 + t

t = besarnya tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah

4. Berdasarkan ketentuan pada angka 2 sampai dengan 3 serta memperhatikan isi surat Saudara pada angka 1, dengan ini ditegaskan bahwa pembuatan Faktur Pajak Standar yang nilai fakturnya sudah termasuk PPN dan PPnBM (harga jual sudah termasuk PPN dan PPnBM) dibolehkan sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana pada angka 3.

Demikian untuk dimaklumi.

A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PPN DAN PTLL
ttd
I MADE GDE ERATA